Letting Love Go
aprian - January 15th, 2005
……..
Then darling you’ll know it’s so hard to let a love go,
It’s not easy letting love go, it’s so hard to let a love go.
Darling don’t I know it is never easy letting go when it’s gone on and on and on and on.
……..
“Udah dimana ?”
“Ini baru mau masuk kedalem. Kamu dimana ?” sahutku melalui hp.
“Di belakangmu”
Aku menoleh kebelakang. Tersenyum padanya dan berjalan menghampiri.
Ia memakai sweater warna hitam dan celana jeans. Rambut sebahunya dibiarkan terurai. Kacamata dengan bingkai perak pada wajahnya yang sedikit bulat membuat ia terlihat dewasa dan pintar. Wajahnya dibiarkan tanpa polesan make-up yang berlebih. Cantik dalam kesederhanaan.
“Dah lama?”
“Gak kok, baru juga“.
Aku melihat hot capucinno yang dipesannya juga belum disentuh.
“Aku pesen minuman dulu ya?“.
Ia mengangguk.
* * *
Ia terdiam, memandang jauh keluar melalui jendela disebelah tempatnya duduk. Aku duduk dan mencari-cari apa yang dilihat. Ia tampak seolah tidak menyadari kehadiranku.
Seorang pria dan seorang wanita bergandengan erat, berdiri di depan sebuah toko. Sang wanita terlihat manja, menunjuk-nunjuk ke etalase toko. Sang pria hanya tersenyum sambil sesekali memberi komentar. Kemudian mereka tertawa. Mesra.
“Lagi liat itu ya ?” tunjukku kepada pasangan pria-wanita itu.
“Iya”
“Sampe bengong gitu. Pengen ?”
Ia cuma tersenyum.
“Cowok memang aneh ya?”
“Eh ?”
“Rhe” sahutnya lirih.
“Aku jadi inget kejadian dulu. Sepulang kerja, aku pergi ngopi-ngopi sama temen-temenku yg cowok. Pas di jalan dia sms, nanya aku lagi ngapain“.
“Aku bilang lagi jalan ke PS. Dia bilang, dia baru kelar makan malam di Kemang, habis dari kantor trus mau balik ke kantor. Katanya capek banyak kerjaan dan harus nginep di kantor. Dia nanya aku di PS sampe jam berapa dan nanya boleh dateng atau nggak ?”
“Aku bilang aku sama temen-temen kantorku, tapi dia cuek”
“Tahu nggak …..”
“Enggak” sahutku sekenanya.
“Tahu tahu 5 menit kemudian dia udah nongol. Ternyata pas sms-smsan, dia udah jalan ke PS. Matanya capek dan mukanya kusut. Dan dia harus balik ke kantor lagi buat kerja“.
“Demi… demi….” sahutku sambil tersenyum.
“Aku nyampe PS jam 8.55. Dia nyampe jam 9.05”
“Ke ancol juga dijabanin kali . Trus ?” jawabku sambil minum hot chocolate kesukaanku.
“Dia cuma duduk disampingku. Dengerin aku ngobrol sama temen-temenku. Ngomongin kerjaan dan orang kantor”
“Kadang-kadang dia nimbrung tapi cuma sesekali. Dia lebih banyak diam dan menikmati obrolanku sama teman-temanku. Kita bubar jam 12, aku balik dianter temenku, dia balik ke kantor.”
Alisnya berkerut, wajahnya terlihat seperti penuh tanya, “Katanya capek, katanya banyak kerjaan ?. Kok sempet-sempetnya ngebuang 3 jam buat dengerin aku ngobrol sama temen-temenku ?”
“Tau gak tempat yang terindah di dunia chi ?. Yang bisa bikin kita tenang, damai, pokoknya segala capek-capek hilang“.
“Dimana ?. Disamping orang yang kita sayangi ?” jawabnya penuh ragu.
Pintar kataku dalam hati.
“Yups bener. Nah itu jawabannya. Makanya dia dateng”
“Wah… aku gak pernah mikir gitu“.
Aku tertawa, “Ya karena kamu cewek !”
Kamu pasti tahu Chi, kalau wanita lebih banyak menggunakan perasaan dan pria lebih banyak menggunakan logika kalau menyelesaikan masalah. Men a from mars and women from venus-nya John Gray rasanya sudah menjelaskannya dengan baik.
“Hah ribet. I just want him to be happy. And if he’s happy with his wife, then thats enough for me. But if not, aku bakal sedih banget“. Wajahnya berubah sedih. Ia melihat lagi ke jendela, seakan berusaha mengusir kesedihan.
Chi…Chi, kamu mencintai orang di waktu yang salah dan ia juga jatuh cinta padamu diwaktu yang salah. Harusnya kalian bertemu saat kalian masing-masing sedang sendiri. Dan dia, aku yakin dia juga sama sedihnya denganmu. Untung kamu tidak memaksa cinta yang kamu punya kepadanya dan dia juga tidak memilih untuk menghancurkan keluarga yang dia punya. Ya Chi, cinta itu butuh pengorbanan dia kedua pihak.
“Waa, dah berasa sinetron aja ” candaku untuk mengusir sedihnya. “Tapi ya, thats love. Bukan soal aku, tapi soal kamu” sambil kutersenyum padanya.
“Itu yang bedain perasaanku ke dia sama cowok-cowok lain. Sama Rhe beda“.
Ia mengaduk-ngaduk hot capucinno-nya. Mencari pelampiasan akan perasaannya sedihnya.
“Rhe adalah Rhe, dengan segala warna yang dia punya“.
Aku tersenyum memandangnya. Mendengarnya berbicara seperti membaca sebuah novel romantis.
“Laki-laki yang bisa bikin aku nggak sanggup baca buku yang pernah dia beliin buat aku karena aku selalu inget hari saat kita sama-sama beli buku itu”
“Ampunnn… Trus bukunya disimpen doank ?. Dilihat buat dikenang ?”
“Iya, gak sanggup bacanya. Padahal udah 4 tahun lebih“.
“Emang buku apaan ?” tanyaku. “Bagaimana cara jatuh cinta dengan pria yang sudah beristri ?” sambungku dengan nada meledek.
Dia tertawa. Bagus, tertawa pada diri sendiri adalah salah satu cara menghilangkan sedih. Setidaknya itu membuat kamu lebih tegar.
“Bukan …” sambil tersenyum. “Memoirs Of A Geisha-nya Arthur Golden. Sampai sekarang buku itu cuma duduk di rak bukuku, tanpa aku sanggup membacanya“.
“Beli dimana ?”
“Limma”
“Heh, Peru ?” sahutku terkejut.
“Bukan. Toko buku kecil di Kemang“.
“Pas lagi mau bayar dia nyenderin dagunya di bahu. Dan maksa beliin buku itu buat aku”
Aku membayangkan wajah Rhe yang bulat dan bersih, rambut pendek dengan tatapan matanya yang dingin menyenderkan dagu dibahunya. Kamu pintar menggunakan kesempatan Rhe.
“Gak nanya alasannya kenapa ?”
“Mungkin buat kenang-kenangan aja. Tapi apapun alasannya, udah nggak penting sekarang“.
“Mungkin juga buat alasan nyenderin dagunya di bahu” sambungku.
Kita tertawa. Tertawa bersama, walaupun menertawakan kesedihan bisa meringankan perasaan menurutku
Ia mulai meminum hot capucinno-nya. Mungkin karena perasaannya sudah lebih ringan, mungkin juga karena ia haus. Atau mungkin hot capucinno bisa memberi perasaan hangat. Atau mungkin ia baru tersadar kalau ia sudah memesan hot capucinno dan belum meminumnya. Entahlah, siapa yang tahu.
* * *
“Pri, makasih ya”
Aku memandangnya penuh tanya.
“Makasih udah nemenin aku ngoceh soal topik yang itu-itu lagi. Tentang orang yang itu-itu lagi”
Aku cuma tertawa, “Tenanglah, aku gak bakalan bosen. Palingan juga ntar jadi postingan blog“.
Dia tertawa. “Kapan mau posting ?. Kasih tahu ya, nanti aku baca“.
“Sip. Ntar aku sms kamu kalau udah aku posting”
Dia tersenyum.
“Pri, aku mau pulang ya. Tadi janji nemenin mama belanja”
“Iya”
Dia berdiri, aku berdiri dan mencium pipinya.
Terima kasih dalam hatiku. Setidaknya aku bisa lebih tahu jalan pikiran seorang wanita. Dan hari inipun aku melihat dunia dari jendela yang kamu buka.
Chi, kadang aku cuma bisa menemani kamu bercerita. Kalau kamu menangis, mungkin aku gak bisa bikin kamu tertawa, tapi setidaknya aku bisa bantu kamu ngapus airmata. Dan kalau kamu tertawa, aku bisa menemani kamu tertawa, bahkan tertawa yang pahit sekalipun.
Masalahku ? Ah hot chocolate ini yang jadi temanku. Dan selama ini, dia sudah menjadi teman yang istimewa.
……..
But I’m not gonna pretend —
I find it hard to forgive and find a new way to live.
And if I had my time again, I’d still have you back, it’s as simple as that.
Darling I know it’s so hard to let a love go, it’s not easy letting love go, it’s so hard to let a love go.
Darling don’t I know it is never easy letting go when it’s gone on and on and on and on.
……..